Jumat, 05 April 2013

Apa itu Frasa dan Klausa?



FRASA & KLAUSA
A.     FRASA.
1.      Pengertian Frasa.
Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 1994:22). Menurut Ramlan (1987:151) frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas unsur klausa. Adapun Verhaar (1999:292) mendefinisikan frasa sebagai kelompok kata yang merupakan bagian fungsional dari tuturan yang lebih panjang. Sementara itu, menurut Koentjoro (dalam Baehaqie, 2008: 14), frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih dari dua kata yang tidak berciri klausa dan pada umumnya menjadi pembentuk klausa. Contohnya adalah frasa-frasa dalam kalimat (1) Saya sedang menulis artikel kebahasaan. Dalam kalimat (1) terdapat dua frasa yakni sedang menulis dan artikel kebahasaan.

2.      Jenis-jenis Frasa.
Frasa dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria brikut: (1) ada tidaknya konstituen inti, (2) kompleksitas konstituen penyusunnya, dan (3) maknanya. Berdasarkan ada tidaknya konstitun ini, frasa dibedakan atas frasa endosentris dan frasa eksosentris. Berdasarkan kompleksitas konstituen penyusunnya, frasa dibagi menjadi dua yaitu frasa dasar dan frasa turunan. Sementara itu, dilihat dari segi maknanya, frasa dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu frasa lugas dan frasa idiomatis.

a)      Frasa Endosentris.
Frasa endosentris adalah frasa yang memiliki konstituen inti. Berdasarkan kesetaraan dan hubungan antarkonstituen intinya frasa endosentris dibedakan menjadi tiga, yaitu frasa endosentris atributif, frasa endosentris koordinatif, dan frasa endosentris yang apostif (Chaer, 1994:225-229).

Frasa Endosentris yang Atributif.
Frasa endosentris yang atributif merupakan frasa endometris yang terdiri atas konstituen-konstituen tidak setara. Di dalamnya terdapat konstituen berstatus sebagai atribut, disebabkan adanya konstituen yang berperan sebagai konstituen inti. Konstituen-konstituen itu tidak dapat dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau. Misalnya  frasa mahasiswa ini, dosen sintaksis, bahasa saya.

Dilihat dari segi konstituen atributnya, frasa endosentris atributif dapat dipilah menjadi dua yaitu, frasa endosentris atributif klitikal dan frasa endosentris atributif nonklitikal. Frasa endosentris atributif klitikal adalah frasa endosentris atributif yang konstituen atributnya berupa klitik, contohnya majalahku, tabloidmu, artikelnya.

Dilihat dari kategori intinya, frasa endosentris yang atributif dibedakan menjadi: (1) frasa nominal seperti kursi kayu jati, (2) frasa verbal seperti sedang berpidato, (3) frasa pronominal seperti kita berdua, (4) frasa numeralia seperti dua buah, (5) frasa interogativa seperti apa dan siapa, (6) frasa demonstrative seperti ini dan itu, (7) frasa adjectival seperti lancar sekali, dan (8) frasa adverbial seperti tadi pagi (Ramlan 1987:154-157).

Frasa Endosentris yang Koordinatif.
Frasa endosentris yang koordinatif adalah frasa enosentris yang terdiri atas konstituen-konstituen yang setara. Konstituen-konstituen tersebut adalah konstituen ini, jadi tidak ada konstituen yang bukan inti. Kesetaraannya dapat dibuktikan dengan adanya kemungkinan kokstituen itu dihubungkan dengan penghubung dan atau atau. Misalnya frasa penelitian dan pengembangan, Mustafa Bisti atau Gus Mus, ibu bapak, tua muda.

Frasa Endosentris yang Apositif.
Frasa endosentris yang apositif merupakan frasa yang mirip dengan frasa endosentris yang koordinatif dalam masing-masing konstituennya dapat saling menggantikan, misalnya pada kalimat Presiden Amerika Barack Obama datang di Auditorium Unnes. Presiden Amerika Barack Obama merupakan frasa endosentrik apositif. Unsur Presiden Amerika sebagai unsur pusatnya, sedangkan Barack Obama sebagai apositif. Kedua unsur tersebut bisa saling menggantikan dalam kalimat, dan mempunyai informasi yang sama. Dapat disimpulkan, Presiden Amerika datang di  Auditorium Unnes dan Barack Obama datang di Auditorium Unnes.


b)      Frasa Eksosentris.
Frasa eksosentrik adalah frasa yang komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya, frasa di rumah, yang terdiri atas komponen di dan komponen  pasar. Secara keseluruhan atau secara utuh frasa ini dapat mengisi fungsi keterangan, misalnya dalam kalimat Dia belajar di rumah. Baik komponen di maupun komponen rumah, tidak dapat berfungsi sebagai keterangan seperti dalam kalimat (a), sebab konstruksi (b) dan (c) tidak berterima.
(a)   Dia belajar di
(b)   Dia belajar rumah

Frasa eksosentris dibedakan atas frasa eksosentris direktif dan frasa eksosentris nondirektif. Frasa eksosentris direktif komponen pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke, dan dari, dan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata yang biasanya berkategori nomina. Oleh karena komponen pertama berupa preposisi, maka frasa eksosentris direktif ini lazim juga disebut frasa preposisisonal. Perhatikan contoh (d), (e), dan (f) berikut ini.

(c)    dari batang kayu
(d)   demi ketenteraman
(e)    ke kota

Frasa eksosentis nondirektif adalah frasa eksosentris yang kosntituen perangkainya berupa artikula, sedangkan kosntituen sumbunya berupa kata atau kelompok kata yang berkategori nomina, verba, atau adjektiva, misalnya : sang suami, para tamu.

c)      Frasa Dasar dan Frasa Turunan.
Frasa dasar ialah frasa yang konstituen pembentuknya sederhana, yaitu apabila berkonstruksi endosentris atributif atau eksosentris, frasa tersebut hanya terdiri atas dua patah kata; misalnya buku sintaksis, bahasa Indonesia. Adapun apabila berkonstruksi endosentris koordinatif dapat terdiri atas dua, tiga, atau lebih dari tiga kata; misalnya: dosen, mahasiswa, dan karyawan.
Adapun frasa dikatakan sebagai frasa turunan jika frasa tersebut sudah mengalami penurunan yang disebabkan adanya penambahan kata atau frasa lain dalam frasa tersebut. Misalnya : Spidol dan kapur tulis. Kalimat tersebut terdapat dua frasa yaitu frasa kapur tulis (frasa endosentris atributif nominal), dan frasa spidol dan kapur tulis (frasa endosentris koordinatif)

d)      Frasa Lugas dan Frasa Idiomatis.
Berdasarkan makna konstituen leksikal pembentuknya, frasa dapat dibedakan menjadi frasa ligas dan frasa idiomatic. Frasa lugas adalah frasa yang maknanya masih lugas sebagaimana konstituen leksikal pembentuknya. Sedangkan frasa idiomatic adalah frasa yang membentuk idiom tertentu sehingga maknanya pun bersifat idiomatic, artinya makna yang terbentuk tidak bisa diuraikan berdasarkan konstituen-konstituen leksikal pembentuknya. Misalnya; (1) Kambing hitam itu milik siapa?, (2) Jangan suka mengambinghitamkan orang lain. Konstruksi kambing hitam pada kalimat (1) merupakan frasa lugas yang bermakna kambing yang berbulu hitam, sedangkan pada kalimat (2) kambing hitam merupakan frasa idiomatic yang berarti menuduh orang lain melakukan kesalahan.

B.      KLAUSA.
1.      Pengertian Klausa.
Klausa adalah satuan gramatikal yang memiliki tataran di atas frasa dan di bawah kalimat, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnyaterdiri atas subjek dan predikat, dan berpotensi untuk menjadi kalimat (Kiridalaksana, 1993:110). Dikatakan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat karena meskipun bukan kalimat, dalam banyak hal klausa tidak berbeda dengan kalimat, kecuali dalam hal belum adanya intonasi akhir atau tanda baca yang menjadi ciri kalimat.
Dalam konstruksinya yang terdiri atas S dan P klausa dapat disertai dengan O, Pel, dan Ket, ataupun tidak. Dalam hal ini, unsur inti klausa adalah S dan P. tetapi, dalam praktiknya unsur S sering dihilangkan. Misalnya dalam kalimat majemuk (atau lebih tepatnya kalimat plural) dan dalam kalimat yang merupakan jawaban. (Ramlan 1987:89). Misalnya :
(1)    Bersama dengan istrinya, Bapak Soleh datang membawa oleh-oleh.

Kalimat (1) terdiri atas tiga klausa, yaitu klausa (a) bersama dengan istrinya, klausa (b) Bapak Soleh datang, dan klausa (c) membawa oleh-oleh. Klausa (a) terdiri atas unsur P, diikuti Pel, klausa (b) terdiri atas S dan P, dan klausa (c) terdiri atas P diikuti O. Akibat penggabungan ketiga klausa tersebut, S pada klausa (a) dan (c) dilesapkan.

2.      Jenis-jenis Klausa.
Klausa dapat diklasifikasikan berdasarkan empat hal, yaitu (1) kelengkapan unsur internalnya: klausa lengkap dan klausa tak lengkap, (2) ada–tidaknya kata yang menegatifkan P: klausa negative dan klausa positif, (3) kategori primer predikatnya: klausa verbal dan klausa nonverbal, (4) dan kemungkinan kemandiriannya untuk menjadi sebuah kalimat: klausa mandiri, klausa tergabung.

a)      Klausa Lengkap dan Klausa Tak Lengkap.
Berdasarkan kelengkapan unsur internalnya, klausa dibedakan menjadi dua yaitu, klausa lengkap dan klausa tak lengkap. Klausa lengkap ialah klausa yang memiliki unsur internal lengkap, yaitu S dan P. Klausa lengkap ini berdasarkan struktur internalnya, dibedakan lagi menjadi dua yaitu klausa susun biasa dan klausa lengkap susun balik.
Klausa lengkap susun biasa ialah klausa lengkap yang S-nya terletak di depan P. adapun klausa lengkap susun balik atau klausa lengkap inversi ialah klausa lengkap yang S-nya berada di belakang P, misalnya :
(2)    Tulisan Hendi sangat berbobot.

Klausa (2) disebut klausa lengkap susun biasa karena S-nya yaitu tulisan Hendi berada di depan P, sangat berbobot.
Klausa tak lenngkap atau dalam istilah Verhaar (1999:279) klausa buntung merupakan klausa yang unsure internalnya tidak lengkap karena di dalamnya tidak terdapat unsur S dan hanya terdapat unsur P, baik disertai maupun tidak disertai unsur P, Pel, dan Ket. Misalnya :
(3)    terpaksa berhenti bekerja di perusahaan itu.

Klausa (3) bisa berubah menjadi klausa lengkap jika di sebelah kirinya ditambah S, misalnya ditambah frasa istri saya sehingga menjadi (3) Istri saya terpaksa berhenti bekerja di perusahaan itu.

b)     Klausa Negatif dan Klausa Positif.
Berdasarkan ada tidaknya kata negatif pada P, klausa dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu klausa negatif dan klausa positif. Klausa negatif ialah klausa yang di dalamnya terdapat kata negative, yang menegasikan P.menurut Ramlan (1987: 137), yang termasuk kata negatif, yang menegasikan P ialah tidak, tak, tiada, bukan, dan belum. Berikut ini adalah contoh klausa negative :
(4)    Deni tidak mengurus kenaikan pangkatnya.

Klausa (4) merupakan klausa negatif karena terdapat kata tidak yang menegasikan mengurus.

c)      Klausa Verbal dan Klausa Nonverbal.
Berdasarkan kategori primer kata atau frasa yang menduduki fungsi P pada konstruksinya, klausa dibedakan atas klausa verbal dan klausa nonverbal. Klausa verbal ialah klausa yang P-nya terdiri atas kata atau frasa golongan V. dilihat dari golongan verbanya klausa verbal dibagi lagi menjadi klausa verbal intransitif dan klausa verbal transitif. Klausa verbal transitif ialah klausa yang mengandung verba transitif, dan klausa verbal intransitif ialah klausa yang mengandung verba intransitif.
Contoh klausa verbal intransitif ialah sebagai berikut :
(5)   Taufik Hidayat tampil tidak maksimal di Jepang.
(6)   Pengidap AIDS bertambah.

Klausa verbal transitif, dilihat dari wujud ketransitifan P-nya dapat dibedakan menjadi (1) klausa aktif, (2) klausa pasif, (3) klausa reflektif, dan (4) klausa resiprokal (Ramlan, 1987: 145-149). Klausa aktif ialah klausa yang P-nya berupa verba transitif aktif. Klausa pasif ialah klausa yang P-nya berupa verba transitif pasif. Klausa reflektif ialah klausa yang P-nya berupa verba transitif reflektif, yaitu verba yang menyatakan “perbuatan’ yang mengenai ‘pelaku’ perbuatan itu sendiri.  Pada umumnya verba itu berprefiks meng- yang diikuti kata diri. Adapun klausa resiprokal adalah klausa yang P-nya berupa verba transitif resiprokal, yaitu verba yang menyatakan kesalingan.
Klausa nonverbal ialah klausa yang berpredikat selain verba. Klausa nonverbal masih bisa dibedakan lagi menjadi (1) klausa nominal, (2) klausa adjektival, (3) klausa preposisional, (4) klausa numeral, dan (5) klausa adverbial. Contoh:
(7)   Yang kita bela kebenaran.
(8)   Budi pekertinya mulia.
(9)   Aku bagai nelayan yang kehilangan arah.
(10) Yang dikorupsi 300 juta rupiah.
(11)  Kedatangannya kemarin sore.

d)     Klausa Mandiri dan Klausa Tergabung.
1)      Klausa Mandiri.
Klausa mandiri atau klausa bebas merupakan klausa yan kehadirannya dapat berdiri sendiri. Klausa mandiri berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal. Misalnya:
-     Merokok dapat menyebabkan kanker.
-     Nirina sedang belajar.
2)      Klausa Tergabung.
Klausa tergabung atau klausa terikat adalah klausa yang kehadirannya untuk menjadi sebuah kalimat plural tergabung dengan klausa lainnya. Dalam kalimat plural, klausa tergabung dapat berupa klausa koordinatif, atau klausa subordinatif. Contoh:
(1)      Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin.
(2a) Nirina sedang belajar ketika terjadi gempa itu.
(2b) Karena baru pulang sesudah tugasnya selesai, Sri tidak dapat menghadiri rapat.

Jika dicermati, konstruksi (1) berbeda dengan konstruksi (2). Dalam konatruksi (1) terdapat klausa-klausa tergabung secara koordinatif, sedangkan dalam konstruksi (2) terdapat klausa-klausa tergabung secara subordinatif.

Klausa Koordinatif
Klausa koordinatif dapat dijumpai dalam kalimat plural atau majemuk setara. Dalam kalimat plural atau majemuk setara, semua klausanya berupa klausa koordinatif. Klausa tersebut dinamakan klausa koordinatif karena secara gramatik dihubungka secara koordinatif oleh penghubung-penghubung koordinatif dan, atau, tetapi, lagi pula, lalu, namun, sebaliknya, malahan, dan lain-lain.
Klausa koordinatif terdiri atas (1) koordinasi netral, (2) koordinasi kontrastif, (3) koordinasi alternatif, (4) koordinasi konsekutif, yang berturut-turut dapat dilihat dalam contoh-contoh kalimat berikut :
(1) Saya menulis artikel itu, menyunting, dan mengirimkannya ke media massa.
(2) Mencari ilmu itu sulit, tetapi mengamalkannyajauh lebih sulit.
(3) Saudara mau bekerja atau melanjutkan studi ke jenjang S-2?
(3) Harga sepeda motor itu relative mahal, jadi perlu diangsur.

Klausa Subordinatif
Klausa subordinatif dapat dijumpai dalam kalimat plural bertingkat. Jadi, dalam kalimat plural bertingkat selain terdapat klausa atasan yang biasa dikenal dengan klausa induk, Klausa inti, atau klausa matriks terdapat pula klausa bawahan atau klausa sematan atau klausa subordinatif. Klausa bawahan dapat dibedakan lagi menjadi klausa berbatasan dan klausa terkandung.

Klausa berbatasan, merupakan klausa bawahan yang tidak wajib hadir dalam kalimat plural. Klausa berbatasan dapat dibedakan menjadi enam tipe yaitu klausa-klausa berbatasan:
(1)   final, contoh : Irfan rajin mengaji agar tidak menyesal dalam kehidupan setelah mati.
(2) kausal, contoh : Rombogan Suciwati merasa kecewa karena tidak diperkenankan menjenguk Presiden Soeharto.
(3) kondisional, contoh : Jika diundang, ia mau datang.
(4) konsekutif, contoh : Pendapatannya kecil, sehingga sampai sekarang belum mampu membeli mobil.
(5) konsesif, contoh : Orang itu tetap rendah hati meskipun telah menyandang banyak prestasi.
(6) temporal, contoh : Rui Costa, playmaker asal Portugal datang ke La Viola setelah tiga musim memperkuat Benfica.
Dalam contoh-contoh tersebut, klausa yang dimulai dengan konjungsi subordinatif seperti agar, karena, jika, sehingga, meskipun, dan setelah-lah yang berturut-turut dinamakan sebagai klausa berbatasan.

Klausa terkandung, merupakan klausa bawahan yang kehadirannya bersifat wajib. Berdasarkan fungsinya dalam kalimat plural bertingkat, klausa terkandung dapat dikelompokkan menjadi klausa pewatas atau klausa modifikasi dan klausa pemerlengkap.

Ø  Klausa pewatas.
Klausa pewatas atau klausa pewatasan ialah klausa subordinatif yang kehadirannya berfungsi mewatasi atau mempertegas makna kata atau frasa yang diikutinya. Contohnya ialah beberapa klausa dari sejumlah klausa dalam kalimat plural berikut:
·         Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.
·         Rombongan Suciwati tidak diperkenankan menjenguk mantan presiden Soeharto yang sedang berbaring di Rumah Sakit Pusat Pertamina Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Ø  Klausa Pemerlengkap.
Klausa pemerlengkap atau klausa pemerlengkapan merupakan klausa yang berfungsi melengkapi (atau menerangkan spesifikasi hubungan yang terkandung dalam) verba matriks. Klausa pemerlengkap dibedakan lagi menjadi: (1) klausa pemerlengkap preposisional, (2) klausa pemerlengkap eventif, (3) klausa pemerlengkap perbuatan.
Klausa pemerlengkap dikatakan bersifat preposisional karena klausa tersebut biasanya berpenanda kata bahwa yang menyatakan suatu proposisi. Contoh:
-     Dokter berkata, “ASI sangat baik untuk anak.”
Dokter berkata bahwa ASI sangat baik untuk anak.
-     Berita bahwa mahasiswa Unnes juara I dalam LKTIM bidang sosial, tingkat wilayah B, pada tanggal 22-23 Mei 2006 menjadi sorotan media kampus.

Klausa eventif meliputi klausa yang menyatakan peristiwa dan klausa yang menyatakan proses. Misalnya ialah klausa yang dimulai dengan kata peristiwa dan proses pada kalimat-kalimat berikut :
-     Peristiwa Joko mengundurkan diri (Peristiwa pengunduran diri Joko) dari pekerjannya sudah terduga sebelumnya.
-     Proses orang menyusun sebuah artikel (Proses penyusunan sebuah artikel) hanya diketahui oleh para penulis.

Adapun klausa perbuatan dapat dibedakan lagi menjadi klausa perbuatan yang dilakukan, klausa perbuatan yang tidak dilakukan, dan klausa perbuatan yang mungkin dilakukan.
Klausa perbuatan yang dilakukan dapat ditandai oleh verba melihat, menyaksikan, mengetahui, berhasil, berhenti, dan mulai. Misalnya:
-     Saya melihat (perbuatan) Zahra mendorong Ela.
Zahra mendorong Ela
-     Prof. Dr. Fathur Rokhman mulai meneliti masalah itu pada tahun yang lalu.
Prof. Dr. Fathur Rokhman meneliti masalah itu.

Klausa perbuatan yang tidak dilakukan dapat ditandai oleh verba mencegah, menolak, gagal, dan lupa. Misalnya:
-     Ayah mencegah kami membawa uang saku ke sekolah.
Kami tidak membawa uang saku ke sekolah.
-     Imron gagal mengikuti lomba.
Imron tidak mengikuti lomba.

Adapun klausa perbuatan yang mungkin dilakukan dapat ditandai oleh verba bermaksud, berniat, bertekad, merencanakan, menganjurkan, dan menyarankan. Misalnya:
-     Farah bermaksud memohon izin untuk tidak datang ke kampus.
Farah memohon izin; Farah tidak memohon izin.
-     Samdum mengajak Dian pergi ke Mal Ciputra.
Dian pergi ke Mal Ciputra; Dian tidak pergi ke Mal Ciputra





DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Baehaqie, Imam. 2008. Sintaksis : Teori dan Analisisnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ramlan, M. 1987. Sintaksis. Yogyakarta : CV Karyono.
Veerhar, J.W.M. 1999. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar